Pages

Senin, 10 Januari 2011

Jenis-jenis Kekuasaan, Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan

Dalam mempelajari ilmu politik kita kerap ‘dipusingkan’ oleh berbagai macam istilah yang satu sama lain saling berbeda. Peristilahan yang seringkali ditemukan tersebut misalnya monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, mobokrasi, federasi, kesatuan, konfederasi, presidensil, dan parlementer. Bagaimana kita harus mengkategorikan masing-masing istilah tersebut?

Apa perbedaan antara monarki dengan parlementer? Sama atau berbedakah pengertian antara tirani dengan monarki? Dalam konteks apa kita berbicara mengenai presidensil atau oligarki?

Jika kita berbicara mengenai monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan mobokrasi, berarti kita tengah berbicara mengenai jenis-jenis kekuasaan. Jika kita berbicara mengenai federasi, kesatuan, dan konfederasi, berarti kita tengah berbicara mengenai bentuk-bentuk negara. Jika kita berbicara mengenai presidensil dan parlementer berarti kita tengah berbicara mengenai bentuk-bentuk pemerintahan.

Jika kita berbicara mengenai jenis kekuasaan, berarti kita tengah berbicara mengenai apakah kekuasaan itu dipegang oleh satu tangan (mono), beberapa tangan atau orang (few), ataukah banyak tangan atau orang (many). Definisi kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi pihak lain agar mereka menuruti keinginan atau maksud si pemberi pengaruh.

Jenis-Jenis Kekuasaan

1. Monarki dan Tirani

Monarki berasal dari kata ‘monarch’ yang berarti raja, yaitu jenis kekuasaan politik di mana raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan dominan negara (kerajaan). Para pendukung monarki biasanya mengajukan pendapat bahwa jenis kekuasaan yang dipegang oleh satu tangan ini lebih efektif untuk menciptakan suatu stabiltas atau konsensus di dalam proses pembuatan kebijakan. Perdebatan yang bertele-tele, pendapat yang beragam, atau persaingan antarkelompok menjadi relatif terkurangi oleh sebab cuma ada satu kekuasaan yang dominan.

Negara-negara yang menerapkan jenis kekuasaan monarki hingga saat ini adalah Inggris, Swedia, Denmark, Belanda, Norwegia, Belgia, Luxemburg, Jepang, Muangthai, dan Spanyol. Di negara-negara ini, monarki menjadi instrumen pemersatu yang cukup efektif, misalnya sebagai simbol persatuan antar berbagai kelompok yang ada di tengah masyarakat. Kita perhatikan negara yang modern dan maju seperti Inggris dan Jepang pun masih menerapkan sistem monarki.

Kapling Partai atas Kekuasaan

Sejak disahkannya UU Pilpres, wajah calon presiden semakin terlihat jelas. Paling tidak para peserta kontestasi dalam Pilpres semakin terbatas. Dengan batasan minimal 20% kursi DPR atau 25% suara, maka yang paling memungkinkan mengajukan calon presiden hanya partai besar. Partai dengan suara terbatas tidak punya peluang untuk mencalonkan presiden kecuali dengan koalisi.

Namun dari wacana dan hasil survei yang berkembang, justru capres yang menguat adalah sosok yang, kursi dan suaranya, belum memenuhi standar UU Pilpres tersebut. Dari beberapa kali survei nama yang selalu muncul sebagai calon presiden adalah Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri. SBY yang diusung Partai Demokrat saat ini hanya mendapatkan 8% kursi dan Megawati (PDIP) 19% kursi. Kalau melihat komposisi wakil partai di parlemen yang ada sekarang, maka hanya Partai Golkar lah (22% kursi) yang paling berhak mengajukan calon presiden. (Saiful Mujani-William Liddle, 2008). Namun sampai saat ini Golkar belum menentukan Capresnya secara definitif, bahkan kecenderungannya masih tetap menempatkan Jusuf Kalla sebagai pasangan SBY.

Kalau berdasarkan temuan mutakhir Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilansir pada 16 November kemarin, tidak ada satu parpol pun yang mencapai batas minimal pengajuan Capres-Cawapres. Besarnya swing voter menyebabkan partai-partai besar seperti Partai Golkar dan PDIP cenderung mengalami penurunan suara. Menurut hasil survei LSI, Partai Golkar hanya didukung 15,09 persen dan PDIP 14,2 persen. Justru kenaikan didapat Partai Demokrat, 16,8 persen. Dengan demikian, masing-masing partai sangat berkepentingan menjajaki kemungkinan koalisi untuk meraih kursi kekuasaan di Republik ini. Kenyataan ini merupakan efek dari tingginya syarat (UU) pencalonan presiden yang disahkan oleh DPR.

Kalau Pejabat Salah Gunakan Kekuasaan, Akan Gelap Negara Kita

Malang: Pasangan SBY - Boediono hari Jumat (12/6) siang mengawali kampanye terbuka Pilpres 2009, di Kota Malang, Jawa Timur. Kampanye terbuka di hari pertama putaran pertama SBY - Boediono digelar di GOR Ken Arok, Malang, yang dihadiri belasan ribu massa yang meneriakkan yel-yel "Lanjutkan! Lanjutkan!"

Hadir pula beberapa pimpinan partai koalisi pendukung SBY - Boediono, antara lain Tifatul Sembiring (Presiden PKS), Muhaimin Iskandar (Ketua Umum PKB), Suryadharma Ali (Ketua Umum PPP), Hadi Utomo (Ketua Umum Partai Demokrat) dan Zulkifli Hasan, Sekjen DPP PAN. Sejumlah artis turut memeriahkan acara yang dihadiri oleh ribuan pendukung pasangan SBY Boediono. Seperti Mike dan Joy Idol, Rio Febian serta Ferdy Hasan.

Dalam orasinya yang bertema Membangun Pemerintahan Bersih untuk Rakyat, SBY menyerukan kampanye sebaiknya dilakukan secara damai. "Tidak baik di hadapan rakyat saling hantam-menghantam, apalagi dalam kampanye damai," ujar SBY. SBY juga kembali menegaskan komitmennya untuk membangun pemerintahan yang bebas korupsi, kolusi, nepotisme, serta komitmennya untuk menciptakan pemerintahan yang tanggap terhadap keinginan rakyat, transparan, dan bertanggung jawab.

Politik dan kekuasaan (tanpa) Rumah Kaca

Kekuasaan yang gagal mengelola data kependudukan mudah mengundang prasangka. Kegelapan menyelimuti ruang-ruang sosial yang ditanganinya. Kekuasaan dijalankan bukan dengan menerapkan transparansi, melainkan manipulasi.

Masyarakat ditundukkan tidak melalui iluminasi (cahaya yang memberi penerangan), melainkan distorsi (kekaburan yang menimbulkan ketersesatan). Kekuasaan semacam ini rentan menuai gugatan meskipun lahir dari kontestasi yang memiliki keabsahan.

Itulah situasi yang terus menyelimuti kekisruhan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menjadi bayang-bayang menakutkan pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 8 Juli 2009. Kekacauan DPT merupakan bukti betapa selama ini data kependudukan tidak dikelola secara baik. Padahal, data kependudukan merupakan basis pengetahuan dari situasi kehidupan yang terdapat dalam negara. Jika negara tidak becus merawat data itu, maka mustahil dinamika sosial secara baik mampu terbaca. Data kependudukan bukan hanya perkara angka-angka.

Dalam pelaksanaan Pemilu Legislatif 9 April lalu, DPT di sejumlah daerah diduga sengaja dimanipulasi. Tujuan akhir dari praktik-praktik penuh muslihat itu adalah meraih kemenangan dalam pertarungan politik. Masif, luas, dan meratanya persoalan DPT memunculkan dugaan ada kekuatan besar yang bermain dalam kekacauan itu.

Data, yang merupakan bentuk jamak bahasa Latin datum, berarti “memberi” atau “sesuatu yang diberikan”. Siapa yang memberi? Kepada pihak mana? Apa yang diberikan? Berkenaan dengan data kependudukan, pihak yang memberi adalah warga kepada institusi negara yang memiliki otoritas mengelola kependudukan. Apa yang diberikan adalah sejumlah fakta, informasi, dan pengetahuan yang pernah dialami warga. Melalui data itu bisa terungkap nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, golongan darah, tempat tinggal, agama, pekerjaan, serta status marital. Semua data itu bersifat sangat pribadi, tapi negara berhak mengetahuinya. Negara yang tidak mampu mengetahui data kependudukan warganya secara detail hanya melahirkan kekisruhan.

Analisa nya adalah kekuasaan yang tidak mampu menjalankan politik rumah kaca bagaikan sosok manusia renta yang memandang persoalan dengan kekeruhan tatapan mata. Meskipun kedua mata itu di pasangi perangkat yang membantu penglihatan, tetap saja tidak bisa memandang persoalan yang transparan.


Relasi Modal Dan Kekuasaan di Era SBY

Modal dan kekuasaan. Ibarat dua mata uang yang tidak terpisahkan, saling menopang satu sama lain.

Politik membutuhkan modal untuk mengatrol kemenangan. Sementara modal membutuhkan politik sebagai alat untuk memperoleh keuntungan.

Dalam dunia politik, modal merupakan salah satu kekuatan yang dapat mengantarkan kemenangan. Sinergi keduanya akan memunculkan kekuatan luar biasa.

Dalam percaturan politik Indonesia, kecenderungan "take and give" antara modal dan kekuasaan begitu terlihat. Seorang yang ingin menjadi penguasa harus mengeluarkan uang dalam jumlah besar dari kantongnya. Tanpa modal, kekuasaan hanya menjadi angan belaka.

Ekses negatif hubungan modal dan kekuasaan masih membelenggu pimpinan negara ini. Pimpinan negara kadang setelah terpilih tidak bisa berbuat banyak untuk rakyat. Bahkan, justru kerap membuat rakyat makin menderita. Kenapa begitu?

analisa nya adalah selama lima tahun menjabat, tiga tahun pertama ia disibukkan mengembalikan utang atas modal kampanye dan dua tahun terakhir sibuk mempersiapkan modal untuk Pemilu berikutnya.Selain itu, selama lima tahun pemerintahannya, ia harus membuat kebijakan-kebijakan "pro pemilik modal". Karena keberhasilannya terpilih tak lepas dari peran serta mereka. Itulah realitas dalam kehidupan politik di Indonesia.

Kepercayaan publik dan kekuasaan yang cenderung korup

Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi mata uang, korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan “pintu masuk” bagi tindak korupsi. Inilah hakikat pernyataan Lord Action, guru besar sejarah modern di Cambridge Inggris yang hidup di abad 19 dengan adigum yang terkenal: Power tend to corrupt, and absolute power corrupt absolutely (kuasaan itu cenderung disalahgunakan dan kekuasaan yang absolute sudah pasti disalahgunakan)

Perang melawan korupsi harus didukung oleh rasa keadilan tentu tidak bisa hanya dilakukan dengan cara-cara yang hanya bersifat normatif. Namun, perlu dilakukan dengan cara-cara luar biasa karena kejahatan korupsi sudah masuk dalam kejahatan luar biasa (ekstra ordinary crime). Pertanyaannya adalah, apakah cara-cara luar biasa itu mengenal batas atau tidak? Yang pasti korupsi adalah musuh bersama rakyat Indonesia.

Dalam masyarakat yang penuh ketidakadilan, maka warga masyarakatnya secara alami akan ‘membenci’ Ideologi hukum yang memberikan alasan untuk dan mendukung ketidakadilan itu. Muncul sikap kehilangan kepercayaan terhadap norma-norma hukum, atau kehilangan kepercayaan terhadap ‘law enforcement’ itu dapat berupa:

1. Rasa Keadilan Masyarakat

Hanya satu cara untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegakan hukum, yaitu mewujudkan keadilan yang bukan hanya untuk ‘dikata-katai dengan kalimat-kalimat sloganistik’, melainkan kedilan yang benar-benar mampu disaksikan dan dirasakan oleh mata telanjang dan mata hati setiap warga masyarakat. Prinsip ‘bukan manusia untuk hukum, melainkan hukum untuk manusia’, harus diwujudkan.

2. Perlawanan Kejahatan Korupsi

Perlawanan masyarakat pada korupsi sudah sampai pada titik nadir ketidaksabaran menunggu komitmen mereka para penegak hukum dianggap lamban dalam upaya penindakan pada perkara-perkara korupsi ada kesan dugaan justru aparat penegak hukum kita secara membabibuta melindungi koruptor. Contoh perseturuan KPK dengan Polri yang berpuncak pada kriminalisasi 2 (dua) pimpinan KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra M. Hamzah, yang berdampak pada hubungan antara penegak hukum untuk saling mengkonsolidasikan perang melawan koruptor justru berjalan sendiri-sendiri. Sedangkan permasalahan yang saat ini menjadi perhatian publik baik di tingkat nasional maupun lokal atas perkara korupsi benar-benar meresahkan dan mengoyak rasa keadilan.

analisa nya adalah dalam negara hukum, negara dituntut aktif mengembangkan segenab upaya mensejahterakan rakyat. Negara hukum melahirkan suatu konsekuensi, yaitu tanggung jawab negara mensejahteraan rakyatnya. Di Indonesia, energi negara di era transisi hampir tersedot habis untuk menata kekuasaan eksekutif dan legislatif.

Cendekiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru

Persoalan yang menyangkut cendekiawan selalu menarik publik politisi Indonesia. Namun, bilamana seseorang memeriksa dengan agak teliti ternyata tidak banyak buku yang ditulis tentang soal itu dalam bahasa Indonesia oleh orang Indonesia sendiri. Juga tidak banyak buku yang ditulis dalam bahasa asing oleh orang asing tentang masalah ini. Kalau pun ada jumlahnya bisa dihitung dengan jari dan dari jumlahnya yang ada sebagian besar merupakan percikan pikiran dan kepingan-kepingan lepas dari ratusan malah ribuan artikel yang ditulis di suratkabar dan majalah.Dengan memilih pendekatan analisis wacana politik buku Cendekiawan dan Kekuasaan mencoba membuka medan cendekiawan tersebutyang ternyata penuh pertikaian, dan pertarungan yang berdarah dan tidak berdarah. Orde Baru menjadi situs utama pencarian dan penemuan penelitian ini. Dalam buku ini, Orde Baru dibongkar dari dasar-dasar paling halus dari sistem politik yang dibangun. Dasar itu adalah wacana yang diproduksikan, kekuasaan yang dibangun, dan dampak kekuasaan terhadap ekonomi, poliik, dan kebdayaan pada umumnya.

Presiden Pimpin Rapat Bahas Perekonomian, Keamanan, Politik dan Hukum

Jakarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hari Rabu (5/5) siang memimpin rapat terbatas (ratas) kabinet, di Kantor Presiden. Hadir dalam ratas antara lain Menko Polhukkam Widodo AS, Menko Kesra Aburizal Bakrie, Menkeu Plt. Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Mensesneg Hatta Rajasa, Mendagri Mardiyanto serta Seskab Sudi Silalahi.

Rapat terbatas hari ini membahas langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah di bidang perekonomian, politik, hukum, keamanan serta di bidang kesejahteraan rakyat. "Khususnya perbaikan dengan masalah-masalah khusus yang harus menjadi prioritas dan atensi kita untuk mengatasinya. Meskipun dinamika politik tetap tinggi atau makin tinggi dan ini tidak luar biasa karena sudah semakin dekat dengan Pilpres, tetapi mari kita pastikan bahwa seluruh jajaran pemerintahan baik pusat maupun daerah terus menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya," kata SBY sebelum memulai rapat. Melalui Mendagri, Presiden SBY minta agar para gubernur, bupati dan walikota dalam masa Pemilu ini tetap menjalankan tugas - tugasnya dengan baik.

Di dalam Rapat Terbatas tersebut, Presiden SBY menginginkan laporan dari Menko Polhukkam mengenai hasil pantauan dari pemerintah terhadap apa yang dilakukan oleh KPU mengenai pemenuhan waktu untuk penyelesaian penghitungan suara serta apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan KPU dengan jajarannya sehingga bisa menyiapkan DPT Pilpres yang tepat dan akurat.

Arah Politik Luar Negeri RI Lima Tahun ke Depan

Jakarta (ANTARA News) - Perbincangan politik di media massa, khususnya pada setiap menjelang Pemilu kebanyakan berkisar tentang berbagai masalah aktual di dalam negeri, sementara persoalan politik luar negeri relatif jarang dibicarakan, padahal politik luar negeri sama pentingnya dengan kebijakan domestik.

Politik luar negeri adalah komponen dari kebijakan politik nasional yang ditujukan ke luar. Dengan kata lain, politik luar negeri merupakan pencerminan dari kepentingan nasional yang ditujukan ke luar serta merupakan bagian dari keseluruhan kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan nasional.

Mengingat situasi internasional selalu berkembang, politik luar negeri suatu negara kerap mengalami perubahan. Indikator dari perubahan itu di antaranya dalam hal gaya pelaksanaan, dari low profile menjadi high profile atau mungkin sebaliknya; dalam hal titik berat, dari titik berat di bidang politik ke bidang ekonomi atau dari bidang ekonomi ke militer atau mungkin sebaliknya; atau dalam hal arah hubungan, dari yang berorientasi ke salah satu negara adikuasa ke Dunia Ketiga atau sebaliknya.

Bagaimana pun situasi internasional merupakan salah satu faktor yang harus diantisipasi dan diperhitungkan secara matang oleh setiap negara dalam rangka pembuatan kebijakan luar negerinya. Alasannya, karena situasi internasional tidak statis, melainkan selalu berkembang secara dinamis.

Situasi internasional adalah keadaan atau kondisi internasional yang berkembang pada suatu periode tertentu. Salah satu indikator dari situasi internasional yang dinamis itu ialah adanya kerjasama atau terjadinya peningkatan hubungan antara satu negara dengan negara lainnya, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral, dan baik dengan sesama negara berkembang maupun dengan negara maju di bidang politik, ekonomi atau militer.

Organisasi internasional

Kebijakan umum Pemri pada organisasi-organisasi internasional didasarkan pada Peraturan Presiden No. 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009, Bab 8 tentang Pemantapan Politik Luar Negeri dan Peningkatan Kerjasama Internasional. Melalui penetapan RJPM, Pemerintah berusaha meningkatkan peranan Indonesia dalam hubungan internasional dan dalam menciptakan perdamaian dunia serta mendorong terciptanya tatanan dan kerjasama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional.

Prioritas politik luar negeri Indonesia dalam 5 tahun ke depan dituangkan dalam 3 program utama yaitu program pemantapan politik luar negeri dan optimalisasi diplomasi Indonesia, program peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan untuk memanfaatkan secara optimal berbagai potensi positif yang ada pada forum-forum kerjasama internasional dan program penegasan komitmen terhadap perdamaian dunia.

Sesuai dengan Keppres No. 64 tahun 1999, keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional diamanatkan untuk memperoleh manfaat yang maksimal bagi kepentingan nasional, didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku dan memperhatikan efisiensi penggunaan anggaran dan kemampuan keuangan negara.

Keanggotaan Indonesia pada OI diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu antara lain

  • secara Politik : dapat mendukung proses demokratisasi, memperkokoh persatuan dan kesatuan, mendukung terciptanya kohesi sosial, meningkatkan pemahaman dan toleransi terhadap perbedaan, mendorong terwujudnya tata pemerintahan yang baik, mendorong pernghormatan, perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia;
  • secara ekonomi dan keuangan : mendorong pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan daya saing, meningkatkan kemampuan iptek, meningkatkan kapasitas nasional dalam upaya pencapaian pembangunan nasional, mendorong peningkatan produktivitas nasional, mendatangkan bantuan teknis, grant dan bantuan lain yang tidak mengikat;
  • secara Sosial Budaya : menciptakan saling pengertian antar bangsa, meningkatkan derajat kesehatan, pendidikan, mendorong pelestarian budaya lokal dan nasional, mendorong upaya perlindungan dan hak-hak pekerja migran; menciptakan stabilitas nasional, regional dan internasional;
  • segi kemanusiaan : mengembangkan early warning system di wilayah rawan bencana, meningkatkan capacity building di bidang penanganan bencana, membantu proses rekonstruksi dan rehabilitasi daerah bencana; mewujudkan citra positif Indonesia di masyarakat internasional, dan mendorong pelestarian lingkungan hidup dan mendorong keterlibatan berbagai pihak dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup.

DPR Sahkan RUU Partai Politik

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang mengenai Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Pramono Anung Wibowo, siang ini.

Pengesahan RUU Partai Politik tergolong cepat apabila dibandingkan dengan revisi Undan-Undang Nomor 22 Tahun 2007 mengenai penyelenggara pemilu yang masih mentok hingga saat ini.

Berdasarkan keterangan Ketua Komisi II Chairuman Harahap, RUU Partai Politik mulai dibahas pada pembicaraan tingkat I di Komisi II DPR pada 25 November 2010. Pada rapat kerja Komisi II dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM 30 November 2010 disepakati 101 Daftar Inventarisasi Masalah.

Komisi II berhasil menyelesaikan seluruh pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) dan menugaskan panitia kerja (Panja) membahas 6 DIM. Proses di Panja juga berlangsung cepat, hanya melalui 4 kali pembahasan pada tangal 1, 2 dan 8 Desember 2010. Pada tanggal 9 dan 10 Desember, draf RUU sudah masuk ke Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi untuk selanjutnya disahkan dalam rapar kerja Komisi II bersama Mendagri dan Menkumham tanggal 13 Desember 2010.

Lebih lanjut, Chairuman menjelaskan, beberapa poin penting dalam undang-undang tersebut antara lain, syarat pendirian partai politik dilakukan paling sedikit 30 orang yang berusia 21 tahun atau sudah menikah dari tiap provinsi. Namun yang didaftarkan sebagai pendiri di notaris paling sedikit 50 orang mewakili seluruh pendiri partai.

"Partai politik harus mempunyai kepengurusan pada setiap provinsi dan paling sedikit 75 persen dari jumlah kabupaten/kota pada provinsi dan paling sedikit 50 persen dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan dan kantor tetap pada tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilihan umum," katanya saat membacakan laporan Komisi II di sidang paripurna DPR di Gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Kamis (16/12/2010).
Partai politik juga diwajibkan menyampaikan laporan keuangan penerimaan dan pengeluaran yang bersumber dari APBN dan APBD kepada Badan Pemeriksa Keuangan secara berkala 1 tahun sekali untuk diaudit paling lambat satu bulan setelah tahun anggaran berakhir. "Terhadap sumbangan yang diterima partai politik dari perusahaan dan atau badan swasta disepakati paling banyak senilai Rp7,5 miliar dalam waktu satu tahun," kata Chairuman.

DUBAI 7 Nov. - Datin Seri Rosmah Mansor berjaya mengukir namanya pada Forum Kepimpinan Wanita yang diadakan di sini baru-baru ini, dengan menyampaikan satu ucaptama yang bernas di hadapan 300 wanita berpengaruh dalam pelbagai sektor dari seluruh dunia.

Isteri Perdana Menteri diberi penghormatan sebagai orang pertama untuk berucap pada persidangan yang dihadiri wanita-wanita yang berpengaruh dalam bidang politik, perniagaan dan akademik.

"Marilah kita berganding bahu memperjuangkan kepentingan wanita. Wanita tidak dapat lari daripada saling bergantung dan itulah yang kita perlukan, iaitu agar kita dapat bersatu," katanya pada forum yang berlangsung di Hotel Atlantis di sini.

Rosmah telah berjaya menarik perhatian hadirin terhadap peranan yang harus dimain oleh wanita untuk menghadapi cabaran dalam apa juga bidang yang mereka ceburi.

Lebih penting lagi, beliau menyebut mengenai pengalaman Malaysia dalam menangani isu melibatkan wanita selain menyentuh peranan Wanita Pertama dalam memperjuangkan agenda wanita.

Di Malaysia, katanya, wanita dilantik mengetuai kementerian, bank pusat, suruhanjaya sekuriti, universiti dan bank serta syarikat multinasional.

Menyedari pengaruh Wanita Pertama di seluruh dunia, Rosmah mencadangkan agar diadakan Sidang Kemuncak Wanita Pertama bagi Membentuk Pemimpin Wanita di Malaysia tahun depan.

Dalam senario ketidaktentuan dalam arena politik dan ekonomi antarabangsa pula, beliau berkata: "Kadangkala saya terfikir, bagaimana pula keadaannya jika dunia ini mempunyai lebih ramai wanita sebagai pemimpin."

Timor-Leste : Saatnya PBB Mengambil Langkah Mundur

Jumlah kontingen kepolisian Misi Integrasi PBB (UNMIT) di Timor-Leste sebaiknya dikurangi secara drastis untuk mencerminkan membaiknya kondisi keamanan sejak krisis tahun 2006 dan untuk mendukung stabilitas di masa depan. Sejak tahun 2008, Timor-Leste telah memperlihatkan tekad mereka untuk menangani ancaman internal tanpa bantuan dari misi kepolisian PBB ketiga paling besar di dunia ini. Hal ini dicerminkan dengan kecenderungan kepolisian Timor-Leste melapor ke komandannya sendiri, bukan ke polisi PBB. Sudah bertahun-tahun pemerintah tidak menghiraukan nasihat PBB untuk melakukan reformasi drastis di sektor keamanan atau menindak secara hukum kejahatan yang terjadi. Koalisi pemerintahan yang terpilih tahun 2007 cukup stabil dan kelihatannya mampu mengatasi kelemahannya sendiri. Ancaman nyata terhadap stabilitas negara memang masih ada dan kebanyakan adalah dampak dari kegagalan pemerintah menindak secara hukum mereka yang terlibat kerusuhan tahun 2006. Hal ini paling baik ditangani oleh para pemimpin politik Timor-Leste sendiri daripada mengandalkan kehadiran polisi internasional terus. Pada saat mandat UNMIT diperbarui bulan Februari 2011, PBB perlu menyadari bahwa upaya reformasi sektor keamanannya telah gagal karena pemerintah Timor-Leste tidak tertarik dengan usulan yang diajukan.

Meskipun mereka telah memberi sumbangan penting bagi pemulihan stabilitas paska krisis, polisi PBB tidak pernah dilengkapi kemampuan untuk melakukan tugas mereformasi polisi yang sarat muatan politis. Sudah empat tahun misi berjalan, tapi masih belum ada rencana yang disepakati mengenai bagaimana membantu mereformasi polisi Timor-Leste. Malah pemerintah Timor-Leste melakukan upayanya sendiri dengan kemampuan yang terbatas. Perombakan yang menyeluruh terhadap struktur pangkat yang dilakukan tahun 2010 merupakan sebuah langkah nyata menuju profesionalisasi dan independensi polisi. Pemerintah kurang berminat dengan rekomendasi PBB untuk menghukum polisi yang terlibat kerusuhan 2006 dan telah mengambil alih proses gabungan untuk menjaring mereka yang terlibat yang kemungkinan besar berakhir dengan hasil yang sangat terbatas. Disamping itu, beberapa kasus indisipliner semakin memperkuat citra angkatan kepolisian yang tidak ingin atau tidak mampu menghukum pelanggaran yang dilakukan anggotanya. Namun demikian, proses penyerahan kembali tanggung jawab dari PBB ke polisi Timor-Leste dari distrik ke distrik berjalan dengan lancar, meskipun ada tekanan dari sejumlah orang untuk penyerahan secara penuh hingga Maret 2011.

Rekomendasi-rekomendasi penting mengenai reformasi sektor peradilan dan keamanan yang dibuat oleh lembaga-lembaga internasional setelah krisis secara sistematis telah diacuhkan. Pekerjaan Komisi Penyelidikan Independen PBB (UN Independent Commission of Inquiry) telah tergerogoti karena kasus-kasus paling penting yang mereka usulkan untuk dijadikan penuntutan malah dipetieskan; kemudian kasus-kasus yang lain kalau tidak dihentikan karena kurang bukti, berakhir dengan grasi dari presiden, atau masih dalam proses investigasi yang sudah berlangsung empat tahun ini. Hasilnya adalah keadilan tak tercapai dan hukum menjadi berkarat, sehingga tidak ada yang mencegah orang untuk melakukan kekerasan politik. Ini berbahaya, tapi menambah jumlah polisi internasional takkan menyelesaikan masalah ini.

Mengenai Politik Organisasi

Pengalaman sebagai konsultan manajemen, terutama organization development, memberikan banyak kesempatan kepada saya untuk mengamati politik organisasi (ini terjemahan saya untuk istilah office politics) di berbagai perusahaan / organisasi. Wujud dari politik organisasi ini ada yang terlihat nyata dan diformalkan (above the line) atau yang tidak diakui, tetapi terjadi secara diam-diam (below the line). Berbagai literatur dan riset sudah banyak yang membahas politik organisasi ini. Bahkan kemampuan untuk mengenai politik organisasi adalah salah satu kompetensi generik yang diungkapkan oleh Spencer dan Spencer dalam buku mereka “Competence at Work”.

Spencer dan Spencer menyebut kompetensi ini dengan label organization awareness. Ringkasnya adalah, ini suatu kemampuan untuk mengidentifikasi peta kekuatan di dalam organisasi, siapa yang dominan dalam pembuatan keputusan, serta aspek-aspek yang hidden di dalam organisasi.

Misalnya, dalam menentukan sistem manajemen karir di dalam sebuah organisasi, apakah berbasis kompetensi dan kinerja, berbasis senioritas, serta berbagai pengecualian yang terjadi. Jika pilihannya adalah berbasis kompetensi dan kinerja, maka tentu kabar buruk untuk mereka yang memiliki paradigma karir berbasis senioritas. Jika ini dibakukan dalam sistem perusahaan, maka ini adalah politik organisasi above the line. Tetapi di berbagai perusahaan, sering ditempatkan orang-orang yang masih kerabat pemilik untuk posisi-posisi vital, misalnya keuangan, pembelian, dan sebagainya. Pada kondisi ini, faktor trust lebih penting daripada skills. Ini contoh penerapan yang below the line. Sesuatu yang mungkin tidak diakui, tetapi terjadi di dalam organisasi.

Di dalam organisasi, kita juga mengenal istilah jabatan karir serta jabatan politik. Jabatan karir adalah jabatan yang terbuka untuk semua pihak dan merupakan bagian dari jejang karir profesional. Sedangkan jabatan politik adalah jabatan yang sangat rentan terhadap intervensi pemiliki perusahaan / organisasi. Pada jabatan karir, fit and proper test lebih banyak difokuskan kepada knowledge dan skill.Sedangkan untuk jabatan politik, fokusnya lebih kepada trust dan acceptability.

analisa nya untuk itu kenapa posisi-posisi strategis tertentu, fit and proper test tidak difokuskan kepada knowledge and skill semata, melainkan acceptability dari stakeholders utama, misalnya fit and proper test jabatan direksi BUMN oleh kementrian yang membina BUMN.

Minggu, 09 Januari 2011

Indonesiaa Political Reviw

Indonesian Political Review mengulas peta politik terkini, terutama menjelang Pemilu 2009. Tulisan dalam Indonesian Political Review ini diolah dari data hasil survei yang dilakukan oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Survei ini dilakukan secara reguler oleh LSI, tiap tiga bulan sekali dengan populasi nasional. Survei menyertakan populasi penduduk Indonesia, termasuk Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua dan Irian Jaya Barat. Indonesian Political Review edisi ini mengulas peta popularitas dan preferensi pemilih pada partai politik. Partai mana yang untuk sementara memimpin. Pembaca bisa mendapatkan gambaran peta persaingan partai dalam merebut hati pemilih. Indonesian Political Review edisi ini juga membahas penilaian publik atas kinerja pemerintahan dan kinerja lembaga-lembaga negara. Bagaimana publik menilai hasil kerja mereka, sejauh mana publik puas. Riuh rendah perdebatan seputar pembahasan Undang-Undang Politik juga diulas dalam edisi ini. Indonesian Political Review menampilkan beberapa wacana yang muncul pada pembahasan Undang-Undang Pemilu, dan membandingkannya dengan penilaian publik atas materi perdebatan itu. Indonesian Political Review juga mengulas mengenai pro kontra gagasan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) mengenai kemungkinan gubernur dipilih langsung oleh presiden, tidak lewat Pilkada.

Suara PDIP Makin Menguat, Partai Lain Masih Stagnan

Peta terkini popularitas dan preferensi publik pada partai. Untuk sementara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memimpin, diikuti oleh Partai Golkar di urutan kedua. Tetapi dukungan pemilih pada partai selalu dinamis. Waktu dua tahun hingga 2009, sangat mungkin bisa mengubah komposisi peringkat dukungan pada partai ini.

Popularitas SBY Turun, Mayoritas Masih Belum Puas Dengan Kerja Pemerintah

Hasil survei terbaru mengenai popularitas dan kinerja pemerintahan SBY. Tingkat kepuasan publik sendiri berfluktuasi dari satu waktu ke waktu lain. Ditahun 2005, ketika SBY baru menjadi presiden kepuasan publik masih sangat tinggi. Tetapi lambat laun tingkat kepuasan terhadap kerja SBY ini terus menyusut. Hingga Januari 2008, tingkat kepuasan publik pada kerja SBY menyusut menjadi 40%-an.

analisa nya indonesia political review mengulas peta politik terkini dan ini d olah dari data hasil survei yang dilakukan oleh LSI. survei ini di lakuan secara reguler oleh LSI tiga bulan sekali dengan populasi nasional.